Beberapa
dosa besar atau kaba’ir dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.
Menyekutukan Allah atau Syirik
2. Membunuh Manusia
3. Melakukan Sihir
4. Meninggalkan Shalat
5. Tidak Mengeluarkan Zakat
2. Membunuh Manusia
3. Melakukan Sihir
4. Meninggalkan Shalat
5. Tidak Mengeluarkan Zakat
6.
Tidak Berpuasa ketika bulan Ramadhan tanpa alasan yang kuat
7.
Tidak Mengerjakan Haji Walaupun Berkecukupan
8.
Durhaka Kepada Ibu Bapa
9.
Memutuskan Silaturahim
10.
Berzina
11.
Melakukan Sodomi atau Homoseksual
12.
Memakan Riba
13.
Memakan Harta Anak Yatim
14.
Mendustakan Allah S.W.T dan Rasul-Nya
15.
Lari dari Medan Perang
16. Pemimpin Yang Penipu dan Kejam
17. Sombong
16. Pemimpin Yang Penipu dan Kejam
17. Sombong
18.
Saksi Palsu
19.
Meminum minuman beralkohol
20.
Berjudi
21.
Menuduh orang baik melakukan Zina
22.
Menipu harta rampasan Perang
23.
Mencuri
24.
Merampok
25.
Sumpah Palsu
26.
Berlaku Zalim
27.
Pemungut cukai yang Zalim
28.
Makan dari harta yang Haram
29.
Bunuh Diri
30.
Berbohong
31.
Hakim yang Tidak adil
32.
Memberi dan menerima sogok
33.
Wanita yang menyerupai Lelaki dan sebaliknya juga
34.
Membiarkan istri, anaknya atau anggota keluarganya yang lain berbuat mesum dan
memfasilitasi anggota keluarganya tersebut untuk berbuat mesum
35.
Menikahi wanita yang telah bercerai agar wanita tersebut nantinya bisa kembali
menikah dengan suaminya terdahulu
36.
Tidak melindungi pakaian dan tubuhnya dari terkena hadas kecil seperti air
kencing atau kotoran
37.
Riya atau suka pamer
38.
Ulama yang memiliki ilmu namun tidak mau mengamalkan ilmunya tersebut untuk
orang lain
39.
Berkhianat
40.
Mengungkit-Ungkit Pemberian
41.
Mangingkari Takdir Allah SWT
42.
Mencari-cari Kesalahan Orang lain
43.
Menyebarkan Fitnah
44.
Mengutuk Umat Islam
45.
Mengingkari Janji
46.
Percaya Kepada Sihir dan Nujum
47.
Durhaka kepada Suami
48.
Membuat patung
49.
Menamparkan pipi dan meratap jika terkena bala
50.
Menggangu Orang lain
51.
Berbuat Zalim terhadap yg lemah
52.
Menggangu Tetangga
53.
Menyakiti dan Memaki Orang Islam
54.
Derhaka kepada Hamba Allah S.W.T dan menggangap dirinya baik
55.
Memakai pakaian labuhkan Pakaian
56.
Lelaki yang memakai Sutera dan Emas
57. Seorang hamba (budak) yang lari dari Tuannya
58. Sembelihan Untuk Selain Dari Allah S.W.T
57. Seorang hamba (budak) yang lari dari Tuannya
58. Sembelihan Untuk Selain Dari Allah S.W.T
59.
Seorang yang mengaku bahwa seseorang itu adalah ayahnya namun dia tahu bahwa
itu tidak benar
60.
Berdebat dan Bermusuhan
61.
Enggan Memberikan Kelebihan Air
62.
Mengurangi Timbangan
63.
Merasa Aman Dari Kemurkaan Allah S.W.T
64.
Putus Asa Dari Rahmat Allah S.W.T
65.
Meninggalkan Sholat Berjemaah tanpa alasan yang kuat
66.
Meninggalkan Sholat Jumaat tanpa alasan yang kuat
67.
Merebut hak warisan yang bukan miliknya
68.
Menipu
69.
Mengintip Rahasia dan Membuka Rahasia Orang Lain
70.
Mencela Nabi dan Para Sahabat Beliau
Nama
: Vera Ariska
No
: 30
Kelas
: XI IPA 1
Hukum Suap-Menyuap dan Gratifikasi
dalam Syariat Islam Muamalah
Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya , suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dgn tangan ke dlm mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia)Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap , bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut & makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang & KPK.Suap sendiri dlm makna yang kedua ini tak ditemukan di dlm kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai : ”dana yang sangat besar yang digunakan utk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Adapun dlm bahasa arab, suap atau sogok dikenal dgn riswah, yang diartikan sebagai “Apa-apa yang diberikan agar ditunaikan kepentingannya atau apa-apa yang diberikan utk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar “ (Mu’jamul Wasith) .
Dan dlm syariat islam, perkara suap-menyuap ini ini sangat ditentang & diancam dgn ancaman yang mengerikan, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , beliau bersabda :
“Allah melaknat orang yang memberi suap, & yang menerima suap” (HR. Ahmad & selainnya dari Abdullah bin Amr’ Rhadiyallahu ‘anhuma , Dishohihkan Al-Albani dlm Shohihul Jami’ 5114 & dlm kitab-kitab beliau lainnya)”
Maka hadits ini bagi orang-orang beriman akan membuat mereka akan menjauhi perbuatan ini, & ditambah lagi para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang semisal seperti ini, yaitu lafadz “Allah melaknat” menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk kategori dosa besar yang tak akan diampuni kecuali dia bertaubat, adapun ketika dia mati dlm keadaan belum bertaubat maka di bawah kehendak Allah apakah akan mengadzabnya atau tidak.
Akan tetapi manusia pengejar dunia akan selalu mendengar bisikan setan & hawa nafsunya, mereka akan mencari seribu satu cara pembenaran agar seakan-akan perbuatan mereka itu dapat dibenarkan. Begitu juga dgn riswah ini, mereka mempunyai seribu satu alasan utk membenarkan pemberian kepada mereka, diantara alasan mereka yang paling sering dinukil adalah :
Ini adalah uang lelah, uang tips atau hadiahTidak ada pihak yang dirugikan, semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai aturan .Kami hanya diberi, kami tak pernah meminta.Maka pemberian inilah yang sekarang dikenal dgn istilah Gratifikasi , yaitu pemberian dlm arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, & fasilitas lainnya.
Larangan Terhadap Wanita yang Menyerupai Laki-Laki
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata,
“Rasulullah saw. melaknat para laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan wanita
yang menyerupai kaum laki-laki,” (HR Bukhari [5885]).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia
berkata, “Nabi saw. telah melaknat para banci dan wanita-wanita tomboi, lalu
beliau bersabda, “Usir mereka dari rumah kalian’!”
Ibnu Abbas berkata, “Maka Nabi saw. mengeluarkan
si fulan dan Umar mengeluarkan si fulanah,” (HR Bukhari [5886]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
“Rasulullah saw. telah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan
wanita yang memakai pakaian laki-laki,” (Shahih, HR Abu Dawud [4098]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia
berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga
dan tidak akan dilihat Allah di hari kiamat kelak: Seorang yang duhaka kepada
orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, serta laki-laki dayyuts (tidak
memiliki sifat cemburu)’,” (Shahih, HR Ahmad [III/134]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, dikatakan
kepada Aisyah r.a, “Ada wanita yang memakai sepatu laki-laki.” Lantas ia
berkata, “Rasulullah saw. melaknat wanita yang menyerupai laki-laki,” (Shahih
lighairihi, HR Abu Dawud [4099]).
Termasuk dalam bab ini hadits Abdullah bin Amr
dan Ammar bin Yasir.
Kandungan Bab:
1. Haram
hukumnya laki-laki menyerupai kaum wanita dan wanita menyerupai kaum laki-laki,
baik dalam pakaian, ucapan dan lain-lain yang merupakan sifat khusus bagi
masing-masing jenis.
2.
Boleh melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita, para banci dan wanita-wanita tomboi.
3. Laki-laki
wadam dan wanita tomboy bertentangan dengan sifat yang telah diciptakan Allah
atas mereka dan usaha merubah ciptaan tersebut hukumnya haram.
Adz-Dzahabi mencantumkannya dalam ktiab
al-Kabaair (dosa-dosa besar), Ibnu Hajar al-Haitsami mencantumkannya dalam
kitab az-Zawaajir (perkara-perkara tercela) sebagai dosa-dosa besar. Apa yang
mereka katakan adalah benar sebagaimana yang dimaksud dalam hadits bab ini.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin
‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah,
atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan
al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/221-223.
LARANGAN MERAMPOK DALAM ISLAM
Merampok adalah
tindakan merampas atau mengambil harta milik orang lain, yang terkadang dalam
hal tersebut dibarengi dengan melukai bahkan membunuh korban ketika berusaha
melawan. Islam sangat membenci orang yang mencuri dan membunuh. Islam hadir
untuk kedamaian dan menghormati hak asasi manusia. Merampok merupakan tindakan
pelanggaran HAM. Bagi orang melakukan hal tersebut maka merupakan dosa besar,
karena perbuatan tersebut melawan hukum Allah SWT dan mengganggu masyarakat
yang dilindungi oleh hukum.
Allah
berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 38 yang artinya
“Laki-laki dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, sebagai balasan atas apa
yang mereka kerjakan dan siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa dan maha
perkasa dan maha bijaksana.”
Rasulullah SAW pernah
bersabda:
“Tidaklah seorang
pencuri itu ketika mencuri itu ia beriman.” (H.R. Bukhari)
Hukuman Bagi Perampok :
- Membunuh dan Merampok, hukuman mati seperti halnya seorang pembunuh yang mendapat qishas.
- Membunuh tanpa mengambil hartanya, hukumannya juga hukuman mati.
- Jika mengambil harta tanpa membunuh, maka potong tangan dan kakinya secara silang. Dipenjara dan dibimbing hinggar sifat tercela itu hilang.
- Jika ia tidak membunuh dan mengambil harta, karena tertangkap sebelum melakukan, maka hukumannya adalah dipenjara.
Hukum Tidak Berpuasa dengan Sengaja di Bulan Ramadhan
Shiyam (puasa) Ramadlan hukumnya wajib bagi
setiap muslim berdasarkan keterangan yang jelas dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Seluruh umat pun telah berijma' atas wajibnya ibadah shiyam. Bahkan, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menerangkannya sebagai salah satu dari rukun Islam yang
lima. Hal ini menunjukkan kedudukannya yang mulia dan agung dalam Islam.
Karenanya seorang muslim wajib memperhatikan dan menjaganya dengan seksama agar
sempurna bangunan dien dalam dirinya.
Apabila kemudian seorang yang mengaku muslim
meninggalkan berpuasa karena mengingkarinya maka dia telah kufur. Sedangkan
orang yang tidak berpuasa karena malas atau lalai (dengan tetap meyakini hukum
wajibnya), maka ia telah melakukan dosa besar dan kebinasaan karena tidak
melaksanakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang penting. Hal itu
ditunjukkan oleh sebuah hadits dalam Shahih al-Bukhari (1834) dan Muslim (1111)
dari Humaid bin Abdirrahman, dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Bahwa ada seorang
laki-laki yang datang menemui beliau lalu berkata, "Binasa aku!" Nabi
bertanya, "Apa yang membuatmu binasa?" Ia menjawab, "Aku telah
bersetubuh dengan istriku pada siang Ramadlan." Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menyetujui perkataannya bahwa perbuatannya yang merusak
puasanya adalah sebuah kebinasaan (kehancuran).
Orang yang tidak berpuasa karena malas atau lalai (dengan tetap
meyakini hukum wajibnya), maka ia telah melakukan dosa besar dan kebinasaan
karena tidak melaksanakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang penting.
Maka siapa yang telah terjerumus ke dalam dosa
besar itu agar bertaubat kepada Allah Ta'ala dengan taubat yang sesungguhnya
dan memperbanyak amal shalih, di antaranya memperbanyak puasa sunnah yang akan
melengkapi kekurangan pada puasa wajib, sebagaimana yang diterangkan dalam
hadits tentang shalat dan seluruh amal shalih.
". . . . jika terdapat kekurangan dalam
shalat fardlunya, maka Allah berfirman, "Lihatlah, apakah hambaku memiliki
shalat sunnah? Maka amal sunnah itu akan melengkapi kekurangan dalam amal
wajibnya, kemudian terhadap amal-amal yang lainnya juga diberlakukan demikian."
(HR. Ahmad no. 9490, Abu Dawud no. 876, al-Tirmidzi 413, al-Nasai no. 465, Ibnu
Majah no. 1425 dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu.)
Kemudian dia wajib melanggengkan amal shalih ini,
karena Allah Ta'ala mengaitkan maghfirah dengan semua itu. Allah Ta'ala
berfirman,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ
اهْتَدَى
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun
bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang
benar." (QS. Thaahaa: 82)
Adapun konsekuensi hukum fiqihnya, para ulama
berbeda pendapat. Sebagiannya berpendapat, bagi orang yang telah berbuka (tidak
berpuasa) satu hari saja dari bulan Ramadlan maka wajib mengqadla puasanya
sebanyak 12 hari. Ada juga yang pendapat, wajib berpuasa qadla selama
satu bulan. Pendapat lainnya, berpuasa 3000 hari dan ini pendapat al-Nakhai,
Waqi' bin al-Jarrah, (sebagaimana yang disebutkan oleh Khalid bin Abdullah
al-Mushlih dalam fatwa beliau). Namun ada dua pendapat yang paling masyhur
dalam masalah ini dan memiliki landasan argumen yang kuat, yaitu: wajib qadla
tanpa kafarah dan cukup bertaubat tanpa harus qadla.
HUKUM MENINGGALKAN MEDAN PERANG
Di saat perang berkecamuk, mungkin ada
di antara mujahid yang ngeri melihat dahsyatnya pasukan kafir, baik dari jumlah
dan persenjataan. Penulis tafsir ayat ahkam berkata : sesungguhnya kemenangan
tidak diraih berdasar jumlah pasukan. Orang beriman lebih pantas tegar dan
berani daripada orang kafir karena mereka sedang mencari satu di antara dua
kebaikan : izzah di dunia dan kemenangan atas musuh atau mati syahid fi
sabilillah yang nilainya tidak bisa disamakan dengan sesuatupun.
Oleh karena itu para ulama memasukkan
lari dari medan perang sebagai kabair (dosa besar). Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda :
اجتنبوا السبع الموبقات، قالوا : يا رسول
الله وما هن، قال : الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق،
وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات
Jauhilah tujuh perkara yang
membawa kehancuran !, para sahabat bertanya : Apakah ketujuh perkara itu ya
Rasulullah ?, beliau menjawab : yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan oleh agama, makan
riba, makan harta anak yatim, membelot dari peperangan, menuduh zina terhadap
wanita yang terjaga dirinya dari perbuatan dosa dan tidak memikirkan untuk
melakukan dosa, dan beriman kepada Allah [HR Bukhori dan Muslim]
Lantas kenapa lari dari
medan perang dilarang ? Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : lari dari
medan adalah dosa besar karena ia merupakan sikap i’rodl dari jihad
fisabilillah, menjatuhkan mental umat islam, menguatkan musuh Alloh yang kesemuanya
berakibat pada kekalahan umat islam.
Tetapi Alloh memberikan
keringanan dari perbuatan ini manakala lari dari medan perang dilakukan dengan
satu di antara dua tujuan, yaitu sebagai siasat perang atau bergabung dengan
kelompok lain. Hal ini berdasar firman Alloh :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا
مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ
مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
15. Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang
menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu,
kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan
pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan
dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat
kembalinya [al
anfal : 15-16]
Maroji’ :
Tafsir Ayat Ahkam (maktabah
syamilah) 1/269
Alqoul Almufid, Syaikh
Muhammad Sholih Utsaimin 1/504
Pemimpin yang Zalim lagi Penipu kepada Rakyatnya
Allah ta’ala telah berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ
وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim
kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat
‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا
كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat
itu” [QS. Al-Maaidah : 72].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ...
”Setiap orang di antara kalian adalah
pemimpin, dan setiap orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab
atas apa yang dipimpinnya...”.[1]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan
termasuk golongan kami”.[2]
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ.
”Pemimpin mana saja yang menipu
rakyatnya, maka tempatnya di neraka”.[4]
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ
إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ
يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah
untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka
Allah haramkan baginya surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia
dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5]
مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً يَدَهُ
إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin
sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan
tangannya terbelenggu di lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya
ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً
فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ.
رواه مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus
urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan
siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7]
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ
بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ،
وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang
fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong
kedhalimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan
termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8]
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ
وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ
بِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya
dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan
itu lebih kuat dan lebih banyak daripada yang mengerjakannya, namun mereka
tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscaya Allah akan menimpakan hukuman
adzab pada mereka semua”.[9]
وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ،
وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ
بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ - يعني بني إسرائيل
- عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud
meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar,
mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannya kepada
kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hati sebagian
kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana
Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail – melalui lisan Dawud dan ‘Isa
bin Maryam”.[10]
Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah
menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah,
dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌ
ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُ
مِنْهُمْ
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh
syafa’atku : (1) seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang
berlebih-lebihan dalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka
namun berlepas diri dari mereka”.
Hadits ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah
meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan
kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini,
tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]
Telah berkata Muhammad bin Juhaadah, dari ‘Athiyyah, dari
Abu Sa’iid Al-Khudriy secara marfuu’ :
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ جَائِرٌ
“Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat
adalah pemimpin/imam yang dhalim”.[12]
Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَبْلَ أَنْ
تَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ، إِنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ
وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يَدْفَعُ رِزْقًا وَلَا يُقَرِّبُ أَجَلًا،
وَإِنَّ الَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا
تَرَكُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ
عَلَى لِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ
“Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang
ma’ruf dan melarang perbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun
Ia tidak mengabulkannya, dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia
tidak mengampuni kalian. Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan
melarang dari perbuatan munkar tidak berakibat tertahannya rizki dan
mendekatkan apa yang tertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari
kalangan Yahudi dan pendeta dari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan
perbuatan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar,
Allah melaknat mereka melalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan
bencana pada mereka secara merata”.[13]
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami
yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak”.[14]
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرفًا
وَلَا عَدْلًا
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi
pelaku kejahatan, maka baginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh
manusia. Tidak diterima darinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia
kerjakan)”.[15]
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia
tidak akan disayangi (oleh Allah)”.[16]
لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ
“Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi
manusia”.[17]
مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجْهَدُ
لَهُمْ وَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi
urusan kaum muslimin kemudian ia tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan
menasihati mereka, melainkan ia tidak akan masuk surga bersama mereka”.[18]
مَنْ وَلَّاهُ اللهُ شَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ
فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَ
حَاجَتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum
muslimin namun ia menutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran
mereka, niscaya Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya di
hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
At-Tirmidziy.[19]
الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat)
di bawah naungan-Nya”.[20]
الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُونَ
فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat
dari cahaya, dimana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka,
dan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21]
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُضُوْنَهُمْ
وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسول الله !
أفلا ننابذهم ؟ قال : لَا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلَاةَ
“Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian
membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun
melaknat kalian”. Para shahabat bertanya : “Wahai
Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak, selama mereka mendirikan shalat
di tengah-tengah kalian”.[22] Keduanya (yaitu hadits ini dan
sebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim.
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ
يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى
وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}. متفق عليه
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang
yang dhaalim hingga jika Ia mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”. Kemudian beliau membaca ayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih
lagi keras”.[23]
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhariy dan Muslim.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnya ke
negeri Yaman :
إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ
فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌُ. متفق عليه
“Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan
mereka. Dan takutlah engkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena
sesungguhnya tidak ada satu pun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim.
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْخُطَمَةُ. متفق عليه
“Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang
dhalim”.[25]
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim.
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ....... فذكر منهم الملك الكذاب
“Ada tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”. Kemudian beliau menyebutkan di antaranya pemimpin
pendusta.[26]
Allah ta’ala berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ
عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [QS. Al-Qashshash : 83].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ
نَدَامَةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan
(‘imarah) padahal kelak ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[27]
إِنَّا وَاللهِ لَا نُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًا سَأَلَهُ، أَوْ
أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. متفق عليه
“Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan
pekerjaan (yaitu jabatan) ini kepada orang yang memintanya atau orang yang
berambisi kepadanya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim.[28]
يَا كَعْبَ بْنِ عُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ إِمَارَةِ
السُّفَهَاء؛ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَا يَهْتَدُونَ بِهَدْيِيْ، وَلَا
يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم
“Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu dari
kepemimpinan orang-orang pandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimana
mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengan
sunnahku”. Dishahihkan oleh Al-Haakim.[29]
ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ : دَعوَةُ
الْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ -
سنده قوي
“Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doa
orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orang
tua kepada anaknya”.[30] Sanadnya kuat.
0 komentar:
Posting Komentar